Kawasan Taman Buru Dataran Bena secara geografis terletak pada posisi 124° 57' 5,692" - 125° 0' 38,904" BT dan 9° 30' 40,819" – 9° 35' 47,391" LS. Secara administrasi pemerintahan Taman Buru Dataran Bena terletak di Kecamatan Amanuban Selatan Kabupaten Timor Tengah Selatan dengan batas-batas wilayahnya sebagai berikut :
- Sebelah Utara : Desa Bena dan Desa Oebelo
- Sebelah Timur : TWA Manipo Desa Enoraen Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang
- Sebelah Selatan : Laut Timor
- Sebelah Barat : Sungai Noemuke Desa Toineke
Penunjukkan kawasan Taman Buru Bena melalui Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor : 05/Kpts/Um/1/1978, tanggal 20 Januari 1978, wilayah yang dialokasikan sebagai Taman Buru Dataran Bena adalah 11.000 hektar. Potensi kawasan pada saat itu antara lain : sapi liar, rusa, kus-kus dll. Mengingat potensi (termasuk vegetasi) serta keadaan lapangannya, maka TBDB dialokasikan untuk dimanfaatkan bagi kepentingan olah raga berburu (sport hunting), rekreasi dan pariwisata. Namun sebelum terbitnya keputusan penunjukkan tersebut, telah banyak kegiatan yang dilakukan serta permasalahan lain di dalam kawasan yang ditunjuk sebagai Taman Buru Dataran Bena (Sub Balai Perlindungan dan Pelestarian Alam NTT, 1983). Kegiatan tersebut antara lain berupa :
1. Perladangan, pemukiman dan persawahan
Khusus untuk kegiatan pencetakan sawah, masyarakat memiliki kekuatan/dasar hukum yang syah dengan telah diterbitkannya Sertifikat Kepemilikan Tanah seluas 694 hektar yang terdiri dari :
- No. A.001/18/A/65 yang diterbitkan oleh Kepala Inspeksi Agraria NTT (Pebruari 1965) berupa sertifikat Hak Milik seluas 524 ha dengan pemilik sejumlah 81 orang di Desa Oebelo
- No. 21/TTS/HMP/Kadit/75 dan No. 22/TTS/HMP/Kadit/75 yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah (Maret 1975) masing-masing seluas 137 ha dengan pemilik 137 orang dan seluas 33 ha dengan pemilik 66 org di Desa Pollo. Pemukiman dan perladangan juga terjadi di luar tanah yang telah bersertifikat tersebut, terutama di kiri kanan jalan antara Enokono-Oebello.
2. Penebangan pohon
Dilakukan oleh penduduk untuk memenuhi kebutuhan kayu bahan bangunan/perumahan dan kayu bakar. Kegiatan penebangan terutama dilakukan pada kawasan hutan Alle, Aisio dan sekitar Danau Kubai. Jenis kayu yang banyak ditebang terutama adalah : kayu merah, gebang, lontar, waru dan bakau.
3. Penggembalaan ternak
Sebagaimana terjadi di beberapa tempat lain, pemeliharaan ternak sapi dengan cara dilepas di hutan juga terjadi pada kawasan ini.
4. Kebakaran
Hal yang menyebabkan terjadinya padang savana adalah bahwa dalam proses suksesi, pada kawasan ini setiap tahun selalu terjadi kebakaran padang pada musim kemarau (sekitar Juni s/d Nopember).
5. Perburuan liar
Kegiatan perburuan dilakukan baik oleh masyarakat sekitar, maupun oknum-oknum tertentu dengan sasaran buru berupa satwa yang dilindungi maupun belum dilindungi. Terkadang terjadi pula penembakan hewan ternak oleh para pemburu tersebut.
Selain itu, pada Pebruari tahun 1982, Gubernur NTT menerbitkan Keputusan No. BAP.012.2/1427/1982, tentang penetapan beberapa area pengembangan secara terpadu dalam rangka kebijakan pembangunan daerah di NTT; termasuk di dalamnya adalah kawasan Bena di Kabupaten Timor Tengah Selatan. Terkait dengan hal tersebut, pada Pebruari 1979, melalui surat No. Ek.015.2/1/79 kepada Dirjen Kehutanan dan direktur Perlindungan dan pengawetan alam, Gubernur Nusa Tenggara Timur menjelaskan bahwa sebagian areal tersebut telah dijadikan kawasan pertanian, pada beberapa lokasi sudah diterbitkan surat kepemilikan tanah, selain itu areal tersebut sudah termasuk dalam perencanaan PELITA III serta merupakan wilayah studi pengembangan regional Bagian Timur Indonesia dengan bantuan Canadian International Development Agency (CIDA). Selanjutnya bahwa areal tersebut berdasarkan hasil survey proyek P3SA sejak tahun 1976 adalah cocok untuk areal pertanian karena terdapat 2 sungai yang dapat mengairi areal seluas 7.470 ha yakni sungai Noelmina dan Noemuke. Mengingat relatif banyaknya aktifitas dan kepentingan di dalam kawasan, maka disepakati bahwa dalam proses penataan batas sebagian kawasan TB Dataran Bena dikeluarkan namun dengan kompensasi bahwa pemerintah daerah menunjuk kawasan Ale Aisio sebagai areal pengganti dengan fungsi Suaka Margasatwa.
Pada perkembangan selanjutnya, dalam Keputusan Menteri Kehutanan No. 89/Kpts-II/1983, tanggal 2 Desember 1983 (TGHK), serta dalam proses penataan batas yang dilakukan pada tanggal 23 Pebruari 1993 mengingat sebagian besar kawasan TB Dataran Bena telah digunakan dalam proses pencetakan sawah-sawah baru di wilayah Kabupaten Timor Tengah Selatan. Tahun 1992 dilakukan penataan batas oleh Balai Planologi Kehutanan IV Nusa Tenggara dengan hasil berdasarkan Berita Acara Tata Batas tanggal 23 Februari 1993 seluas 2.000,64 hektar. Taman Buru Dataran Bena telah ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri kehutanan Nomor: 74/Kpts-II/1996 tanggal 27 Februari 1996 dengan luasan 2.000,64 hektar atau sekitar 18 % dari luas penunjukkan.