Lokasi
Wilayah Suaka Margasatwa (SM) Kateri secara administrasi pemerintahan di Kabupaten Malaka yang mana berada di 4 (empat) kecamatan, yaitu; Kecamatan Malaka Tengah (Desa Kamanasa, Desa Wehali, Desa Bakiruk, Desa Kateri); Kecamatan Botin Leobele (Desa Kereana); Kecamatan Malaka Timur (Desa Sanleo); dan Kecamatan Kobalima (Desa Lakekun).
Secara astronomis terletak pada 9° 28' 7,013" LS - 9° 34' 51,111" LS dan 124° 50' 8,013" BT - 124° 56' 48,467" BT, dengan batas-batas wilayah administrasi sebagai berikut:
Ø Bagian Utara :Desa Sanleo dan Desa Kereana;
Ø Bagian Selatan :Desa Kakaniuk dan Desa Bakiruk;
Ø Bagian Barat :DesaBarada, Desa Kateri dan Desa Fatuaruin;
Ø Bagian Timur :Desa Lakekun, Desa Lakekun Barat, Desa Kamanasa dan Desa Wehali.
Sejarah Kawasan
· Kawasan hutan kateri ditunjuk sebagai hutan tetap Kelompok Hutan Kateri (RTK 77) berdasarkan Keputusan ZB.BESL Nomor 5 tanggal 23 Juli 1931 dan RB Nomor 140/LK tanggal 20 Agustus 1938;
· Kawasan hutan kateri yang terletak di Kabupaten Belu (saat ini Kabupaten Malaka) merupakan hutan dengan fungsi lindung untuk pengaturan tata air, pencegahan banjir, tanah longsor dan erosi. Merupakan kawasan hutan primer dengan berbagai jenis pohon, seperti Kesambi (Schleichera oleosa), Beringin (Ficus benjamina), dan lainnya serta merupakan habitat satwa liar baik yang sudah dilindungi maupun yang belum dilindungi, diantaranya Rusa timor (Rusa timorensis), Kuskus (Phalanger sp), Monyet (Macaca fascicularis) dan berbagai macam jenis burung;
· Berkenaan dengan potensi diatas, maka dipandang perlu menunjuk kawasan tersebut sebagai kawasan hutan dengan fungsi dan nama Suaka Margasatwa Kateri berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 394/Kpts/Um/5/1981 tanggal 7 Mei 1981 seluas 4.560 Hektar, yang mana merupakan tindak lanjut dari Surat Gubernur Nusa Tenggara Timur Nomor: 123.1/86/BKPH/K/80 tanggal 27 Desember 1970 dan Surat Direktur Jenderal Kehutanan Nomor: 1566/DJ/I/1981 tanggal 20 April 1981. Pada peta penunjukan, kawasan SM Kateri terdiri 2 (dua) lokus yang dipisahkan oleh Hutan Tanaman Jati yang berada di tengah-tengah kawasan;
· Pada tahun 1983 dilakukan tata batas kawasan oleh Balai Planologi Kehutanan IV Nusa Tenggara dengan hasil tata batas luas kawasan menjadi 4.699,32 Hektar yang terdiri atas Hutan Suaka Margasatwa seluas 3.299,20 Hektar dan Hutan Produksi atau lindung seluas 1.400,12 Hektar. Pada peta tata batas terlihat bahwa kawasan SM Kateri terbagi dalam 2 (dua) lokus (bagian selatan dan tengah) serta kawasan Hutan Tanaman Jati terbagi dalam 2 (dua) lokus (bagian utara dan tengah);
· Hasil tata batas berimplikasi tehadap berubahnya pengelola kawasan, dimana untuk kawasan dengan status suaka margasatwa dikelola oleh Balai Besar KSDA NTT dan kawasan dengan status hutan lindung/produksi dikelola oleh Dinas Kehutanan Provinsi NTT;
· Perubahan dasar hukum penunjukan kawasan hutan di Provinsi Nusa Tenggara Timur berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor: 423/Kpts-II/1999 tanggal 15 Juni 1999 dimana kawasan hutan kateri termasuk didalamnya, keseluruhan fungsinya berubah yang mulanya terdiri atas fungsi Suaka Margasatwa dan fungsi Hutan Produksi/Hutan Lindung menjadi kawasan konservasi dengan nama Suaka Margasatwa Kateri.
· Pada tahun 2009 kawasan SM Kateri ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.688/Menhut-II/2009 tanggal 16 Oktober 2009 dengan luas 4.699,32 Hektar, dengan telah ditetapkannya kawasan SM Kateri maka progress pengukuhan kawasan telah selesai.
Dasar Hukum Kawasan
· Keputusan ZB.BESL Nomor 5 tanggal 23 Juli 1931 dan RB Nomor 140/LK tanggal 20 Agustus 1938;
· Surat Gubernur Nusa Tenggara Timur Nomor: 123.1/86/BKPH/K/80 tanggal 27 Desember 1970;
· Surat Direktur Jenderal Kehutanan Nomor: 1566/DJ/I/1981 tanggal 20 April 1981;
· Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 394/Kpts/Um/5/1981 tanggal 7 Mei 1981 tentang Penunjukan Areal Hutan Bakau Maubesi Seluas ±1.830 Hektar Sebagai Kawasan Hutan Dengan Fungsi Sebagai Cagar Alam dan Areal Hutan Kateri Seluas ±4.560 Hektar Sebagai Kawasan Hutan Dengan Fungsi Sebagai Suaka Margasatwa;
· Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor: 423/Kpts-II/1999 tanggal 15 Juni 1999 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur Seluas ±1.809.990 Hektar, dimana kawasan SM Kateri termasuk di dalamnya;
· Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.688/Menhut-II/2009 tanggal 16 Oktober 2009 tentang Penetapan SM Kateri (RTK 77) Seluas 4.699,32 Hektar yang Terletak di Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Potensi Ekosistem
Tipe ekosistem yang ada di SM Kateri berupa tipe ekosistem Hutan Hujan Tropis dengan vegetasi penyusun yang terdiri atas hutan alam campuran, semak belukar, hutan tanaman jati, dan hutan tanaman kemiri. Hutan alam campuran yang tersisa saat ini berada pada bagian selatan kawasan. Selama 20 tahun terakhir kerusakan hutan alam campuran disebabkan perambahan sebagai dampak dari konflik politik yaitu hasil jejak pendapat di Timor Leste. Hutan tanaman jati yang ada di kawasan tersebut merupakan hasil reboisasi pada periode tahun 70-an dimana sebelumnya wilayah tersebut dikelola oleh Dinas Kehutanan.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengembalikan fungsi SM Kateri sebagai mandat penunjukan kawasan salah satunya dengan melakukan Rehabilitasi Hutan dan Lahan namun belum menunjukkan hasil yang baik karena pada musim tanam (awal musim hujan) lokasi tersebut dirambah kembali untuk dijadikan kebun.
Potensi Lingkungan
Tutupan vegetasi di dalam kawasan Suaka Margasatwa Kateri terdiri atas hutan alam, hutan campuran, hutan tanaman jati, dan semak belukar. Di samping memiliki panorama alam yang indah, di Suaka Margasatwa ini terdapat juga gua alam yang biasanya digunakan masyarakat setempat untuk kegiatan wisata Rohani berupa Upacara Gerejani yang mengandung nilai sejarah diantaranya Gua Loroinan Bakiruk dan Gua Lourdes. Terdapat Benteng peninggalan Jepang di desa Kereana. Serta bangunan rumah adat masyarakat di desa Kereana.
Potensi Flora
Potensi flora yang ada di SM Kateri dibedakan dalam dua tipe hutan, (1) hutan alam campuran; dan (2) hutan tanaman jati dan hutan tanaman kemiri. Pada hutan alam campuran didominasi oleh jenis beringin, kesambi, jambu hutan, kayu merah, asam, dan sebagainya. Sedangkan pada hutan tanaman jati didominasi dengan tegakan berumur antara 30-50 tahun.
Potensi Fauna
Potensi fauna yang ada di SM Kateri terutama satwa kunci sudah sulit ditemui, hal tersebut dikarenakan hutan alam campuran yang tersisa sudah sangat sedikit hanya tersisa 20-30% dari luas kawasan. Beberapa satwa kunci seperti Rusa timor dan Kuskus keberadaanya masih ada walaupun sudah jarang ditemui, dimana Rusa timor hanya dijumpai jejak dan kotorannya saja. Satwa lain yang keberadaannya masih sering dijumpai yaitu jenis-jenis burung dan ular. Beberapa jenis burung yang dijumpai diantaranya Elang, Koakiu, Merpati Hutan, Tekukur, Sesap madu, Ekor Kipas, Perkutut, Merpati, Balan dan Raja Udang.
Ekonomi
Semenjak menjadi kabupaten baru dengan nama Kabupaten Malaka, tingkat perekonomian di wilayah tesebut juga semakin membaik. Sebagian besar masyarakat bermata pencaharian sebagai petani, nelayan dan pedagang, ketiga unsur inilah yang merupakan motor penggerak perekonomian di Kabupaten Malaka. Hal tersebut juga berdampak terhadap keberadaan kawasan SM Kateri, dimana tekanan terhadap kawasan juga semakin meningkat yang salah satunya berupa kebutuhan akan lahan sebagai lahan garapan.
Sosial Budaya
Budaya masyarakat setempat pada dasarnya sangat menjaga keberadaan kawasan hutan terutama SM Kateri, mengingat kawasan tersebut merupakan salah satu sumber air bagi masyarakat sekitar. Kerusakan SM Kateri lebih dikarenakan tidak tersedianya lahan garapan yang diperuntukkan bagi warga yang terdampak politik terkait referendum di Timor Leste. Pemerintah hanya menyediakan tempat tinggal namun tidak memberikan lahan garapan. Oleh karenanya masyarakat merambah kawasan untuk digunakan sebagai lahan garapan karena apabila mereka menggunakan lahan milik masyarakat setempat maka akan menimbulkan konflik horisontal.
Aksesibilitas Kawasan
Kawasan SM Kateri berada di Betun yang mana merupakan ibukota Kabupaten Malaka, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Akses menuju SM Kateri dapat ditempuh melalui jalur darat maupun jalur udara.
· Jalur darat: dapat menggunakan kendaraan pribadi atau kendaraan umum dengan waktu tempuh berkisar antara 6-8 jam dengan Rute, Kupang-Soe-Kefa-Betun atau Kupang-Bena-Kolbano-Weliman-Betun.
· Jalur udara: jadwal penerbangan Kupang-Atambua 7x seminggu kemudian dilanjutkan dengan jalur darat Atambua-Betun dengan waktu tempuh kurang lebih 2 jam.
Iklim
Kondisi iklim di wilayah SM Kateri sebagaimana halnya seperti sebagian besar wilayah di NTT adalah iklim tropis dimana curah hujan rata 1.319,75 mm per tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata 73 hari/tahun (BPS Kab. Malaka, Kab Malaka Dalam Angka Tahun 2017).
Geologi dan Tanah
Kawasan SM Kateri berada pada ketinggian sekitar 0-25 mdpl dengan topografi landai. Berdasarkan peta Geologi Indonesia skala 1 : 2.000.000, kawasan tersebut termasuk pada formasi Suai. Sedangkan berdasarkan peta tanah bagan Indonesia skala 1: 1.250.000 (Lembaga Penelitian Tanah Bogor, 1968), kawasan tersebut sebagian besar memiliki jenis tanah Aluvial, sedangkan sisanya jenis tanah Kambisol Eutrik di bagian utara kawasan dan sedikit jenis tanah Regosol di bagian selatan.
Topografi
Kawasan SM Kateri memiliki beragam tipe topografi mulai dari topografi landai hingga topografi sangat curam. Kawasan dengan topografi datar sebesar 5,53%; landai sebesar 12,24%; agak curam sebesar 25,94%; curam sebesar 37,97%; dan sangat curam sebesar 18,33%. Adapun ketinggian wilayah SM Kateri berkisar antara 10 sampai dengan 355 mdpl, tidak terlalu tinggi namun memiliki kondisi lapangan yang sangat bergelombang.
Hidrologi
Terdapat sungai besar yang berada di bagian Selatan kawasan yaitu Sungai Benenain dengan lebar antara 20-30 meter. Sungai Benenain bersifat semi musiman, dikarenakan debit air sungai semakin kecil pada musim kemarau, namun pada musim penghujan debit air sungai sangat besar bahkan dapat menyebabkan bencana bajir yang berdampak pada pemukiman sekitar sungai.
Kawasan SM Kateri juga menyediakan sumber air/mata air bagi warga masyarakat sekitar kawasan, dari hasil pendataan terdapat kurang lebih 13 (tigabelas) sumber air, yaitu: we kafatu, we namama, we hahanok, tubaki, we lamela, uma sukaer, we onu, we ma’ama, we hudi, we namama, abad raho, simbea. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ferdinand Un Muti pada tahun 2006, terdapat 10 (sepuluh) sumber mata air di SM Kateri, yaitu: We Au, Tubaki, Wera, Wenitas, Wesarasa, Welamela, Wematan, Hitu, Wesedok, Ma’ama, Wesiriboti.