Letak dan Luas
Secara administratif kawasan hutan TWA Bipolo terletak di wilayah Kabupaten Kupang. Berdasarkan letak geografis kawasan tersebut berada antara 123° 47' 20,639" - 123° 48' 48,883" Bujur Timur dan 9° 59' 42,981" - 10° 1' 28,010" Lintang Selatan. Batas-batas kawasan sebagai berikut: sebelah utara berbatasan dengan Desa Bipolo, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Bipolo, sebelah Barat berbatasan dengan Desa Oeteta dan Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Bipolo.
Sejarah dan Status Kawasan
Taman Wisata Alam Bipolo secara administratif terletak di Desa Bipolo, Kecamatan Sulamu, Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kawasan TWA Bipolo ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan Menhutbun No. 161/KPTS-II/1999 tanggal 30 Maret 1999 seluas 352,62 Ha. Status kawasan hutan TWA Bipolo sebelum ditetapkan menjadi Taman Wisata Alam adalah hutan produksi, dari total kawasan hutan produksi seluas ± 5.000 Ha, seluas 352,62 ha dialih fungsikan sebagai Taman Wisata Alam sejak 30 Maret 1999. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.3911/MENHUT-VII/KUH/2014 tanggal 14 Mei 2014 tentang Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Provinsi Nusa Tenggara Timur, terjadi perubahan luas TWA Bipolo yang dari sebelumnya seluas 352,62 Ha menjadi mengalami luas 308,61 ha.
Ekosistem
Dari hasil analisis citra TWA Bipolo terdapat lima jenis penutupan lahan pada kawasan Hutan di TWA Bipolo yaitu hutan alam sekunder, areal persawahan, pertanian lahan kering, semak belukar, dan hutan tanaman jati (Tectona grandis). Terdapat dua tipe ekosistem utama di TWA Bipolo yaitu ekosistem hutan alam sekunder dan ekosistem hutan tanaman hasil reboisasi. ekosistem hutan kering luruh daun yang merupakan hutan alam sekunder masih terdapat di sisi kiri dan kanan jalan raya pada jalan aspal yang membelah kawasan. Hutan alam sekunder tersebut terletak pada bagian utara kawasan relatif masih memiliki kondisi yang lebih baik apabila dibandingkan dengan hutan di sebelah selatan jalan yang berbatasan dengan areal pertanian lahan kering dan sawah. Kawasan hutan tanaman di TWA Bipolo mencapai hampir separuh dari luasan kawasan dan terdapat tegakan hutan jati yang merupakan tanaman jati hasil reboisasi tahun 1980 dan 1981, tanaman jati ini saat ini memiliki diameter rata-rata lebih dari 30 cm. Pada tegakan jati jenis tumbuhan lain akan sulit tumbuh karenaguguran daun jati lebar dan rerantingan jati yang menutupi tanah melapuk secara lambat, sehingga menyulitkan tumbuhan lain berkembang. Ukuran tinggi dan diameter tanaman jati hampir seragam karena merupakan tanaman hasil rebosasi yang ditanam pada tahun yang sama.
Potensi Tumbuhan
Pada kawasan hutan Taman Wisata Alam Bipolo spesies tumbuhan yang dapat ditemukan sebanyak 53 spesies dalam 33 famili. Sebagian besar spesies ini dapat ditemukan di hutan alam di wilayah bagian utara kawasan. Tipe habitat hutan TWA Bipolo adalah Habitat Hutan Kering Luruh Daun. Karakter yang ditunjukkan oleh habitat tersebut bertegakan jarang, tajuk tidak kontinyu dan ketinggian rata-rata 20 hingga 25 meter. Tipikal spesies pada habitat ini adalah spesies-spesies Jambu Air (Eugenia sp), Kesambi (Schleichera oleosa), Asam (Tamarindus indica), Kayu merah (Pterospermum indicus), Zizyphus sp, Keolnasa (Dysoxylum sp.), Kapuk hutan (Gossampinus malabarica). Pada kawasan TWA Bipolo bagian utara merupakan hutan alam sekunder dengan tipe ekosistem hutan kering luruh daun sudah terganggu dapat dilihat dengan tingginya jenis tumbuhan dari famili Euphorbiaceae yaitu Bnafo (Mallotus sp.) dengan INP sebesar 42,36%. Tumbuhan lain yang juga dominan adalah Jambu Air dengan nilai INP 43,36%. Tingginya dominasi jenis Jambu air pada kawasan ini dikarenakan adanya penanaman tanaman Gerhan pada tahun 2004 berupa jambu air, gmelina, mahoni dan jambu mete seluas 80 ha. Jenis taduk juga memiliki INP yang cukup besar yaitu 31,51%. Dominasi Jambu Air dan Bnafo pada tingkat pohon tidak diikuti pada tingkat tiang. Tingkat dominasi jenis yang tinggi pada tingkat tiang dimiliki oleh Kayu Putih dengan INP 43,28% dan Kopi Hutan sebesar 44,25%. Untuk Bonak INP 31,42%, Hau Koe INP 38,30%, Jambu Air Hutan 33,58%, dan Kenanga 31,42%. Pada tingkatan pancang dan Semai dominasi paling tinggi adalah Jambu Air sebesar 76,47% dan 76, 32%. Perubahan dominasi pada masing-masing tingkatan menunjukkan bahwa pada masa yang akan datang akan terjadi sedikit perubahan komposisi akan tetapi dilihat dari tingkat permudaanya dominasi paling besar dimasa mendatang akan dimiliki oleh Jambu Air.
Mamalia
Jenis-jenis mamalia yang dapat di jumpai di TWA Bipolo adalah Babi Hutan (Sus sp), Musang (Paradoxirus hermaphroditus), Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis).
Reptilia
Jenis-jenis repilia yang dapat di jumpai di TWA Bipolo antara lain Bangkong Kolong (Duttaphyrynus melanosticus), Kodok kintel (Kaloula baleata) dan Katak tegalan (Fejervarya limnocharis), Tokek (Gecko gecko), Biawak Timor (Varanus timorensis), Sanca Timor (Phyton timorensis), Kadal Terbang Timor (Draco timorensis) dan Viper Pohon Hijau (Trimeresurus albolabris).
Aves
Dari hasil kegiatan inventarisasi jenis burung di TWA Bipolo dengan menggunakan metode MacKinnon (metode daftar jenis) yaitu dengan cara mendaftar suatu jenis burung dengan menggunakan daftar jenis, teridentifikasi sebanyak 53 jenis burung. Terdapat jenis-jenis burung yang dilindungi berdasarkan PP Nomor 7 Tahun 1999, antara lain adalah Kuntul Besar, Kuntul Perak, Isap madu Indonesia, Sikep-Madu Asia, Meliphaga Dada-lurik, Myzomela timor, , Isap Madu Timor, Cikukua Timor.
Aksesibilitas Kawasan
Dari kota Kupang, Taman Wisata Alam Bipolo dapat dicapai dengan kendaraan umum yang tersedi a setiap saat dengan rute Kupang - Oelmasi - Sulamu. Jarak dari Kupang ke Bipolo sekitar 50 Kilometer dengan waktu tempuh sekitar satu jam.
Jenis Tanah, Batuan dan Topografi
Kawasan TWA Bipolo berada pada ketinggian sekitar 10-50 mdpl dengan topografi landai dan bergelombang. Berdasarkan peta Geologi Indonesia skala 1:2.000.000, wilayah Kecamatan Sulamu mempunyai formasi geologi dari jenis batuan deret Sonebait dan Ofu, neogen, aluvial undah dan terumbu koral dan palogen. Sedangkan berdasarkan peta tanah bagan Indonesia skala 1: 1.250.000 (Lembaga Penelitian Tanah Bogor, 1968), Kecamatan Sulamu mempunyai tanah dari jenis jenis pegunungan komplek. Ormeling (1955) melaporkan bahwa tanah Timor ke dalam “Margilitis soil”yang dicirikan dengan kelabilan, mudah tereosi, drainase kurang baik serta mudah meah pada musim panas.
Hidrologi
Secara hidrologi kawasan hutan TWA Bipolo berbatasan langsung dengan Sungai Bipolo yang bersifat musiman dimana volume air meningkat pada musim penghujan. Berdasarkan pembagian wilayah DAS, kawasan tersebut masuk dalam wilayah DAS Nunkurus.
Iklim
Iklim merupakan gabungan dari berbagai kondisi cuaca sehari-hari, atau dapat juga dikatakan bahwa iklim merupakan rata-rata cuaca dalam waktu yang lama. Unsur iklim yang berpengaruh terhadap karakteristik suatu wilayah adalah curah hujan, temperatur udara, kelembaban udara, kecepatan angin, penyinaran matahari dan evaporasi. Kawasan TWA Bipolo termasuk pada tipe iklim E dan D menurut Schmitdt dan Ferguson dengan musim penghujan yang relatif pendek, yakni terjadi pada bulan November sampai dengan Maret dan musim kemarau antara bulan April s/d bulan Oktober pada setiap tahunnya.
Sosial Budaya
Mayoritas masyarakat yang tinggal di desa bipolo kecamatan Sulamu Kabupaten Kupang adalah suku timor, dan pada umumnya disebut sebagai orang timor (atoin meto) budaya masyarakat Nampak dalam kehidupan sehari-hari baik fisik maupun non fisik. Aspek budaya non fisik dapat dilihat dari norma-norma budaya/adat istiadat yang masih kuat dijalankan dalam kehidupan keseharian dan terus diwariskan kepada secara turun temurun dan menjadi pedoman yang berfungsi menata hubungan sesama warga desa. Penduduk desa bipolo terbagi dalam kelompok-kelompok kekerabatan yang disebut suku atau fam (patrilineal). Setiap suku memiliki nama sukunya masing-masing dan dipimpin oleh seorang kepala suku yang secara historis merupakan keturunan leluhur yang sama dan menguasai hak ulayat atas tanah warisan leluhur. Diantara beberapa suku yang ada di Desa Bipolo yang merupakan penguasa atas hak ulayat atas adalah suku tapikap dan suku Kaesnube.