Perambahan kawasan dan illegal logging TWA Ruteng merupakan masalah inti dari konflik yang terjadi antara pengelola kawasan dan masyarakat sekitar kawasan, namun sebenarnya perambahan dan illegal logging adalah symptom dari konflik yang terjadi oleh karena itu perlu dicari penyebab terjadinya perambahan. Untuk mencari dan mengurai akar penyebab, masalah inti dan efek dari konflik yang terjadi antara pengelola kawasan TWA Ruteng dengan masyarakat sekitar kawasan konservasi, maka digunakan alat bantu analisis pohon konflik, yang dikembangkan oleh Fisher, dkk (2000). Analisis pohon konflik untuk mendiagnosa alasan masyarakat melakukan perambahan dan illegal logging (gambar 1)
Gambar 1. Pohon Konflik
Alat bantu analisis pohon konflik ini membantu kita untuk melihat masalah intinya adalah perambahan kawasan/illegal logging TWA Ruteng denganfaktor-faktor penyebabnya teridentifikasi sebagai berikut:
1. Motivasi Ekonomi
Motivasi ekonomi didorong oleh kepemilikan lahan semakin sempit karena pertambahan penduduk yang signifikan, tingkat kesuburan lahan dalam kawasan TWA Ruteng yang lebih tinggi, dan ditambah pola kehidupan masyarakat terutama di Kelurahan Waso yang meskipun termasuk wilayah kota namun masih mengandalkan sektor agraria.Bagi masyarakat yang tidak memiliki lahan, maka pilihan untuk menggarap lahan-lahan tidur dan lahan dalam kawasan TWA Ruteng tidak dapat dihindari. Kebutuhan masyarakat terhadap kayu juga mendorong pembalakan liar di dalam TWA Ruteng.
2. Motivasi Yuridis
Secara de jure peraturan perundangan menjadi satu-satunya acuan pengelolaan sumber daya alam, tetapi secara de facto ada sistem nilai adat. Masyarakat tradisional di dalam dan sekitar kawasan sejak ratusan tahun sebelum penetapan kawasan memiliki hak-hak adat atas sumberdaya alam dengan pranata sosialnya. Motivasi yuridis ini dibagi ke dalam 2 (dua) sub motivasi sebagai berikut :
a. Sub motivasi kurang tegak dan tegasnya hukum.
Masih kurangnya perlindungan dan pengamanan serta lemahnya koordinasi lintas sektor ditingkat kabupaten dan provinsi dalam pengelolaan TWA Ruteng menyebabkan terjadinya pelanggaran di dalam kawasan.
b. Sub motivasi pengklaiman kepemilikan lahan secara sepihak oleh masyarakat.
Masyarakat mengklaim tanah ulayat pada kawasan TWA Ruteng bahkan terdapat upaya melegalkannya melalui pembuatan sertifikat hak milik pribadi.
3. Motivasi Sosiologis
Masyarakat melakukan perambahan karena meniru masyarakat lain yang merambah hutan sejak tahun 1990-an hingga diawal tahun 2000-an dan secara nyata berdampak positif terhadap ekonomi keluarga. Pengaruh globalisasi menyebabkan masyarakat mengukur kesejahteraan hanya dari sisi materi sehingga melakukan eksploitasi hutan. Eksploitasi hutan melebihi kemampuan untuk regenerasi mengakibatkan kerusakan hutan yang pada akhirnya menyebabkan penurunan kualitas hidup masyarakat tradisional..
4. Tingkat Pendidikan dan Kesadaran Masyarakat yang rendah
Rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat sekitar kawasan konservasi berdampak pada kelestarian hutan dan keselamatan lingkungan. Perbedaan tingkat pendidikan menyebabkan keterbatasan pengetahuan dan pemahaman sehingga terjadi perbedaan dalam merasakan kegunaan dan manfaat kawasan konservasi. Masyarakat menginginkan manfaat secara langsung dan belum memikirkan akibat atau tidak mau tahu dari perbuatannya, menyebabkan kerusakan dan merugikan pihak lain. Di sisi lain kearifan lokal pengelolaan sumber daya alam saat ini telah tergerus tuntutan hidup/ desakan ekonomi.
5. Motivasi Historis/Budaya
Masyarakat Manggarai menggarap kebun pada batas kawasan dan menganggapnya sebagai budaya setempat dengan semboyan “harat kope” artinya upah menjaga batas kawasan. Sebagian warga kecewa dengan pergeseran tapal batas Belanda dan tapal batas pengelolaTWA Ruteng sehingga lahan garapan petani masuk dalam kawasan yang sudah ditanami tanaman kopi yang sudah dipanen bertahun-tahun lamanya.
Bagi masyarakat hukum adat Colol, tanah berarti penting karena bernilai ekonomis, sosial (faktor pemersatu persekutuan), religius magis. Hal tersebut terlihat dalam ungkapan "eta mai morin" yang artinya ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Pemberian akses ke dalam hutan untuk kepentingan budaya merupakan suatu bentuk peningkatan kesejahteraan dan berdampak dukungan masyarakat terhadap kelestarian hutan. Pengakuan terhadap budaya lokal akan mendapatkan balasan berupa tanggung jawab pelestarian hutan sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat tradisional.
Dampak dari masalah konflik tenurial di TWA Ruteng ini adalah:
1. Kesejahteraan Masyarakat yang rendah
Tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat desa yang rendah menyebabkan masyarakat kurang termotivasi untuk memikirkan pemanfaatan hutan jangka pendek dan bukan pemanfaatan jangka panjang untuk kelestarian hutan. Ditinjau dari kacamata produktivitaas lahan, konflik mengakibatkan tidak adanya insentif dan kepastian dalam berusaha (memproduktifkan lahan) sehingga mendorong ketidakpedulian yang semakin tinggi terhadap kelestarian sumberdaya TWA Ruteng.
2. Pelanggaran hukum
Status kawasan terambah menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 pasal 1 butir (3) adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Masyarakat disekitar kawasan Konservasi TWA Ruteng dikategorikan sebagai perambah/pelanggar hukum karena selanjutnya menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 pasal 50 ayat (3) dinyatakan bahwa setiap orang dilarang: a. mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah; b. merambah kawasan hutan.
Kurangnya sosialisasi dapat menyebabkan: (1) masyarakat tidak tahu atau mengerti arti penting kawasan konservasi, (2) masyarakat belum mengerti dan memahami tentang keharusan berpartisipasi dalam menjaga kawasan konservasi, (3) masih rendahnya peran masyarakat dalam pengendalian, dan (4) masih kurangnya bentuk kerjasama, kebersamaan, dan kesepahaman antara pemerintah, masyarakat dan juga swasta dalam menjaga keberadaan kawasan konservasi.
3. Legalisasi tanah kawasan oleh masyarakat perambah
Belum berdaya secara ekonomi dan kurangnya penegakan hukum menyebabkan masyarakat merasa memiliki hak untuk melakukan pengelolaan hutan disekitar pemukiman mereka. Masyarakat yang meniru oknum perambah belum menerima tindakan yang tegas dan arif. Konflik membawa pada klaim atas lahan dengan pertimbangan historis (adat) sehingga mempersulit upaya pengelolaan lahan yang memperhatikan aspek bentang alam dan satu kesatuan ekosistem.
Tumpang tindih kebijakan terkait status lahan antara Kementerian Kehutanan dan BPN yang disebabkan kurangnya koordinasi kedua belah pihak, sudah terjawab dengan adanya peraturan bersama 3 menteri (Dalam Negeri, Kehutanan, BPN) yaitu Nomor 79 Tahun 2014, Nomor PB.3/Menhut-11/2014, Nomor 17/PRT/M/2014 dan Nomor 8/SKB/X/2014 tentang tata cara penyelesaian penguasaan tanah yang berada di dalam kawasan hutan. Namun sampai saat ini Petunjuk Teknis tentang aturan tersebut belum dibuat sehingga semakin menambah ruwetnya masalah tenurial.
4. Degradasi kawasan
Perambahan hutan akan menyebabkan degradasi kawasan TWA Ruteng. Dalam 5 (lima) tahun terakhir luas perambahan meningkat menjadi 3.976,16 Ha. Moira Moeliono (1996) menyatakan bahwa konsumsi kayu di Manggarai yang menggambarkan pengrusakan terhadap hutan lindung dan hutan produksi di Manggarai (sebelum pemekaran) terjadi karena beberapa faktor, yaitu penebangan kayu untuk kepentingan bangunan, ladang berpindah-pindah, kebun pengembangan tanaman kopi dan kebutuhan kayu bakar.Dari keempat tipe aksi pengrusakan terhadap hutan konservasi di Manggarai timur yang paling serius menyebabkan degradasi hutan yakni penebangan kayu untuk kepentingan bangunan dan perambahan hutan untuk kepentingan usaha pertanian.
5. Perebutan Lahan
Faktor pemicu / penyebab perebutan lahan yaitu, perebutan batas tanah, perebutan hak waris, pengingkaran terhadap pemberian hak atas tanah ulayat, lemahnya penegakan hukum dan penggunaan tanah ulayat tidak sesuai peruntukan.
©Kriswoyo - BBKSDA NTT
Rabu, 20 November 2024. Telah dilaksankan pembukaa...
Tema Sosialisasi adalah "Ngobrolin Iklim Bare...
Labuan Bajo, Balai Besar KSDA NTT, Senin, 18 Novem...
Kupang (Kamis, 14 November 2024) – Balai Besar KSD...
Halo #KawanKonservasi (https://www.instagram.com/e...
Teripang merupakan salah satu komoditas unggulan N...
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK...
Balai Besar KSDA NTT bersama Balai TN Komodo dan...
Pada tanggal 20 September 2023 lalu Balai Besar ...
Pada tanggal 17 September 2023 lalu Kepala B...
KSDAE Mengajar merupakan program kependidikan ya...
Jamur Tudung (Phallus multicolor) adalah jamu...
Senin, 29 Mei 2023, Kepala Balai Besar KSDA N...
Pada hari Selasa, tanggal 2 Mei 2023 petugas ...
Taman Wisata Alam Camplong terkenal dengan po...
Selama dua hari pada tanggal 4 – 5 November 2022, ...
Balai Besar KSDA NTT pada minggu pertama Bu...
Kupang, 17 September 2022. Hari Sabtu ini Balai Be...
Kupang, 26 Januari 2022. Selama dua hari sejak t...
Kupu-kupu Raja Timor atau Silver Bi...
Balai Besar KSDA NTT sebagai Korwil UPT KLHK ...
Kolam wisata Oenaek merupakan tempat wisata di K...
Pada tanggal 1-2 Februari 2023 kemarin telah di...
KSDAE Mengajar Begin! Pada 3 Februari 2023, ...
#KawanKonservasi (https://www.instagram.com/e...
Jumat, 20 Januari 2023. Kepala Balai Besar KSDA ...
Sepenggal kalimat tersebut keluar dari Ibu Myra...
Kupang, 12 Oktober 2020 Rasa syukur melingkupi ...
Kupang, 29 September 2020 Hai Kawan Konsevasi, ...
Menjelang hitungan hari, peringatan puncak Hari...
Kupang, 3 September 2020 Kamis nan mani...
Kupang, Rabu, 22 Juli 2020. Balai Besar K...
Fatumnasi, 19 Juli 2020 Pendekatan dengan...
Kupang, 28 Mei 2020 Pada hari Kamis tanggal ...
Kupang, 5 Juli 2020 Minggu, 14 Juni 2020, BBKSD...
Kupang, 19 Juni 2019. Balai Besar KSDA N...
Enoraen, 17 Juni 2020 Bertempat di Taman Wis...
Kupang, 5 Juni 2020. Hari ini, jam 10.00-...
Maumere, 4 Juni 2020 Saat ini kita tengah...
Kupang, 1 Juni 2020 Konflik satwa liar antara bua...
Kupang, 22 Mei 2020 Pagi tadi (Jumat, 22 ...
Kupang, 24 April 2020 Hari ini, Balai Bes...
Kupang, 18 April 2020 Sabtu pagi, 18 Apri...
Kupang, 3 April 2020 Balai Besar KSDA...
Sumba, 03 Februari 2020 Unit Penanganan Satwa (...
Penyerahan santunan dari BBKSDA NTT ke keluarga ...
Lembata, 31 Januari 2020 Ah, barangkali judul di ...
Kupang, 22 Januari 2020 Peta Rencana Kerja Res...
Kepala BBKSDA NTT (kiri) dan Gubernur NTT (tenga...
Maumere, 26 November 2019 Pendidikan koservasi ...
Kupang, 15 Oktober 2019 Pada Senin ...
Kupang, 16 Oktober 2019 Pada tanggal 15 Oktober...
Kupang, 1 November 2019 Menipo, “pulau” yang se...
Identifikasi dan Pengukuran Paus Pilot Maumere...
Penyambutan Kepala Balai Besar KSDA NTT Mala...
Atambua, Agustus 2019 Presiden Republik Indone...
Maumere, 19 Juli 2019. Dalam rangka menjaga...
Persiapan Pelepasliaran Komodo di Pulau Oentolo...
Sekda Provinsi NTT beserta rombongan dan Petuga...
Pelepasliaran Sanca Timor di Hutan Egon Ilemedo ...
Kepala BBKSDA NTT (Peci Hitam) Didampingi Pejaba...
Maumere, 30 Juni 2019 Pada hari Minggu tanggal ...
Kupang, 2 Juli 2019 Balai Besar KSDA NTT melalu...
Kupang, 1 Juli 2019 Balai Besar KSDA NTT mel...
Pict. Kepala BBKSDA NTT dan Direktur WCS-IP Kup...
Pada tanggal 25 Januari 2019 Balai Besar KSDA NT...
Gubernur NTT dan Kepala BBKSDA NTT Senin, 4 Mar...
Dalam rangka Pencapaian Target Indikator Kinerj...
Penetapan kawasan Cagar Alam (CA) Mutis Timau p...
Balai Besar KSDA Nusa Tenggara Timur diberi ama...
Torong Padang, suatu tanjung di Utara Pulau Flo...
Ekosistem blue carbon adalah ekosistem diman...
Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Nusa Te...
Balai Besar KSDA NTT kedatangan seoran...
Bushcraft adalah berkegiatan di alam bebas yang...
Pada sore hari di medio bulan Desembe...
Selama ini, kita mengenal Cagar Alam (CA) Mut...
Hasil diagnostic reading permasalahan pada Ba...
Perambahan kawasan dan illegal logging TWA Ruteng ...
Konsep Perlindungan Hutan Berbasis Ekosistem P...
Kupang, 7 Desember 2018 Wilayah kerja Balai Bes...
Taman Wisata Alam (TWA) Tujuh Belas Pulau merup...
Kupang, 05/12/2018-Rekreasi, atau dulu kita bia...
Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan ya...
Step on Flores land, it’s not only about the Kom...
Memandang deburan ombak pantai selatan yang meng...
TWAL Teluk Maumere juga dikenal dengan nama Gugu...
Eksotis, kata yang mewakili Taman Wisata Alam La...
Pameran konservasi dilaksanakan dengan tujuan un...
Telah menjadi kesadaran bersama bahwa kele...
Kupang, 7 Desember 2018 Wilayah kerja Balai Besar...
“Awas tangannya.....” “Awas jarinya....” Kupang,...
Kupang, 26 November 2018 Balai Besar KSDA NTT mer...
Perkembangan Konservasi Penyu di TWA Menipopada...
Camplong, 14 November 2018 Pada hari Kamis, tangg...
Maumere, 09 November 2018 Seksi Konservasi Wila...
Kupang, 2 November 2018 Pada tanggal 31 Oktobe...
Maumere, 19 Oktober 2018. Balai Besar KSDA NTT m...
Kupang, 19 Oktober 2018. Dalam upaya mitigasi pe...
Soe, 27 September 2018 Sebagai Unit Pelaksana Tek...
Maubesi, 17 September 2018 Pada tanggal 6 Septe...
BBKSDA NTT, 13 September 2018 Dalam pengelolaan T...
BBKSDA NTT, 13 September 2018 Balai Besar KS...
BBKSDA NTT, 13 September 2018 Latar Belakang Tam...
Riung, 12 September 2018 Taman Wisata Alam Laut (...
Alor, 10 September 2018 Pada hari Senin, tangg...
Maumere, 31 Agustus 2018 Balai Besar Konservasi...
Maumere, 31 Agustus 2018 Sebagai tindak lanj...
Maumere, 28 Juni 2018 Balai Besar KSDA (BBKSDA) N...
Monitoring Penangkaran Ex-Situ Rusa Timor di Kota ...
Bari, 22 Juli 2018 Sehubungan dengan adanya inf...
Kupang, 2 Maret 2018. Sebanyak enam lembar kulit ...
Camplong, 21 Februari 2018 “Ayo bergerak bersama”...
Kupang, 16 Desember 2017. Balai Besar KSDA Nusa T...
Kupang, 28 September 2017 Dalam rangka Optimalisa...
Borong, 27 September 2017 Bertempat di Aula Dina...
Kupang, 18 September 2017 Pada hari Senin tanggal...
Kupang, 6 september 2017 BBKSDA NTT melaksanak...
Kupang, 28 Agustus 2017. Bertempat di Kantor Bala...
Kupang, 13 Agustus 2017 Gubernur NTT, Drs. Frans ...
Kupang, 13 Agustus 2017 Jelajah Sepeda Kompas 201...
Kupang, 10 Agustus 2017 Melalui Keppres Nomor 22 ...
Kupang, 4 Agustus 2017 Buaya memiliki sifat 'homi...
Kupang, Februari 2017. Hanya dalam kurun waktu ...
Kupang, 9 Mei 2017. Menindaklanjuti laporan dar...